Materi PPKN Kelas X Kurikulum Merdeka Bagian 1 Pancasila : Unit 1 Menggali Ide Pendiri Bangsa Tentang Dasar Negara

 



Pertanyaan kunci dari Unit 1 yang akan dikaji adalah:
1. Bagaimana pandangan para pendiri bangsa, termasuk Mohammad Yamin, Soepomo dan Ir. Soekarno terhadap negara merdeka?
2. Apa pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frasa “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”?

1. Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini peserta didik diharapkan mampu membandingkan cara pandang para pendiri bangsa tentang rumusan dan isi Pancasila. Termasuk di dalamnya juga pandangan para pendiri bangsa tentang hubungan agama dan negara terkait frasa “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya” dalam Piagam Jakarta.

2. Aktivitas Belajar 1
Pada bagian ini, pertama-tama kalian diminta untuk mengisi tabel KWL. KWL adalah singkatan dari What I Know, What I Want to Know, dan What I Learned, yang berarti “Apa yang saya tahu”, “Apa yang saya ingin ketahui”, dan “Apa yang telah saya ketahui”.
 

 

Pertama-tama kalian perlu mengisi dua kolom di awal pembelajaran. Berikut panduan pertanyaan untuk mengisi tabel KWL:
a. Berdasarkan materi PPKn pada kelas sebelumnya, apa yang telah kalian ketahui tentang Pancasila? Secara lebih spesifik, apa yang kalian ketahui tentang sejarah lahirnya Pancasila?
b. Berdasarkan pengetahuan kalian sebelumnya, tuliskan apa yang ingin kalian ketahui lebih mendalam tentang Pancasila?




Ide-Ide Pendiri Bangsa tentang Negara Merdeka

Perjuangan bangsa Indonesia untuk keluar dari penjajahan melewati fase panjang. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa kekalahan Belanda atas Jepang dalam perang Asia Timur Raya menyebabkan bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan Belanda menuju ke penjajahan Jepang. Jepang dapat menguasai wilayah Indonesia setelah Belanda menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Jepang menggunakan sejumlah semboyan, seperti “Jepang Pelindung Asia”, “Jepang Cahaya Asia”, “Jepang Saudara Tua”, untuk menarik simpati bangsa Indonesia.

Namun, kemenangan Jepang ini tidak bertahan lama, karena pihak Sekutu (Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda) melakukan serangan balasan kepada Jepang untuk merebut kembali Indonesia. Sekutu berhasil menguasai sejumlah daerah. 

Mencermati situasi yang semakin terdesak tersebut, pada peringatan Pembangunan Djawa Baroe pada 1 Maret 1945, Jepang mengumumkan rencananya untuk membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK).

Jepang pun mewujudkan janjinya dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPK) pada 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, atas izin Panglima Letnan Jenderal Kumakichi Harada.

Di dalam BPUPK, terdapat dua badan; 1) Badan Perundingan atau Badan Persidangan, 2) Kantor Tata Usaha atau sekretariat. Badan Perundingan diisi oleh seorang kaico (ketua), dua orang fuku kaico (ketua muda atau wakil ketua) dan 62 orang iin atau anggota. Termasuk juga dalam BPUPK ini adalah 7 orang Jepang berstatus sebagai pengurus istimewa yang bertugas mengawasi.

BPUPK sendiri diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan Wakil Ketua Ichibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso. BPUPK ini melaksanakan 2 kali sidang; 1) 29 Mei-1 Juni 1945 membahas tentang Dasar Negara, 2) 10-17 Juli 1945 membahas tentang Rancangan Undang-Undang Dasar.

Berdasarkan sejumlah naskah, ada sejumlah tokoh yang turut menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK, 29 Mei-1 Juni 1945. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada sidang pertama BPUPK selama empat hari, terdapat 32 anggota BPUPK yang menyampaikan pidato, yaitu: 11 orang pada 29 Mei, 10 orang pada 30 Mei, 6 orang pada 31 Mei, serta 5 orang pada 1 Juni 1945.

  



Koleksi Pringgodigdo menyebutkan beberapa nama yang berpidato pada 29 Mei 1945, yaitu: Margono, Sosrodiningrat, Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerjo, Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno, dan Aris. 

Sementara itu, pada 30 Mei 1945, ada sembilan tokoh yang berpidato pada sidang BPUPK, yaitu: M. Hatta, H. Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman, dan Soetardjo. 

 



Adapun pada sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945, ada empat belas tokoh yang menyampaikan pidato, yaitu: Soepomo, Abdul Kadir, Hendromartono, Mohammad Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran. 

Sementara pada tanggal 1 Juni, anggota BPUPK yang menyampaikan pidato di antaranya Baswedan, Mudzakkir, Otto Iskandardinata, dan Soekarno.
 

Sekurang-kurangnya terdapat tiga pokok bahasan dalam sidang BPUPK berkenaan dengan dasar negara, yaitu: 

1), apakah Indonesia akan dijadikan sebagai negara kesatuan atau negara federal (bondstaat) atau negara perserikatan (statenbond),
2), masalah hubungan agama dan negara, dan 

3), apakah negara akan menjadi republik atau kerajaan. 

Selain mendiskusikanz secara lisan (pidato), para anggota BPUPK juga diminta memberikan usulan secara tertulis untuk kemudian diserahkan ke sekretariat atau Kantor Tata Usaha. 

Untuk menampung berbagai usulan pemikiran para pendiri bangsa, dibentuklah panitia kecil yang berjumlah delapan orang.

 


  

 


 Untuk memudahkan dalam mengkaji pemikiran para pendiri bangsa, kita akan mengulas pokok-pokok pikiran 3 tokoh yang sudah populer; Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno. 

Pokok pikiran yang akan dikaji ini untuk menjawab pertanyaan dari Radjiman Wedyodiningrat “negara Indonesia merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?”

 

3. Aktivitas Belajar 2

Membaca Jigsaw
a. Kalian akan dibagi ke dalam tiga kelompok ahli:
1) Kelompok Yamin;
2) Kelompok Soepomo; dan
3) Kelompok Soekarno.
b. Setiap kelompok ahli akan membaca dan mendiskusikan pokok-pokok pikiran yang ditugaskan.
c. Setelah selesai berdiskusi dengan anggota kelompok ahli, kalian akan berkumpul membentuk kelompok baru yang terdiri atas anggota kelompok ahli lainnya dan saling bertukar informasi.
d. Setelah selesai bertukar informasi dengan anggota kelompok ahli lainnya, kalian bisa memberikan informasi yang didapat dalam kelompok besar (kelas).
e. Catatlah informasi penting yang didapat menggunakan tabel pengorganisasian di bawah ini.

Grafik Pengorganisasian 1

 


Mohammad Yamin
Salah satu tokoh yang menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni) adalah Mohammad Yamin. Ia menyampaikan pidato pada 29 Mei, sekitar 20 menit. Dalam Naskah Persiapan disebutkan bahwa Yamin menyampaikan pidato tentang lima poin yang menjadi dasar pembentukan negara merdeka, yaitu:
I Peri Kebangsaan;
II Peri Kemanusiaan;
III Peri Ketuhanan;
IV Peri Kerakyatan (poin empat ini memiliki anak poin lagi yaitu, permusyawaratan, perwakilan, dan kebijakan);
V Kesejahteraan Rakyat. 


 Akan tetapi, notulen sidang tanggal 29 Mei 1945 dari Koleksi Pringgodigdo memiliki versi yang berbeda. Naskah ini memuat pidato Mohammad Yamin sebagai berikut:

 


  Selain itu, Mohammad Yamin disebutkan membuat konsep tertulis tentang Indonesia merdeka, yang isinya berbeda dengan isi pidatonya. Dalam konsep tertulisnya, Mohammad Yamin menuliskan lima poin bagi Indonesia merdeka, yaitu:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kebangsaan persatuan Indonesia;
c. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Soepomo
“Maka teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apa pun.”


Demikian salah satu cuplikan pidato Soepomo dalam sidang pertama BPUPK pada 31 Mei 1945. Ia merupakan tokoh penting dalam merumuskan dasar negara.
Pada 31 Mei 1945, Soepomo juga menyampaikan pidato di BPUPK. Soepomo berbicara mengenai struktur sosial bangsa Indonesia yang ditopang oleh semangat persatuan hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat. Nugroho Notosutanto menafsirkan bahwa Soepomo menyampaikan lima dasar bagi negara merdeka, yaitu: (1) Persatuan, (2) Kekeluargaan, (3) Keseimbangan lahir dan batin, (4) Musyawarah, (5) Keadilan rakyat.
 

Dalam pidato ini, Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee) Indonesia nantinya, yaitu negara yang integralistik. Dalam konteks hubungan agama dan negara, Soepomo memiliki pandangan yang sama dengan pidato pemikiran Mohammad Hatta pada 30 Mei 1945, yaitu pemisahan agama dan negara. Urusan keagamaan harus dipisahkan dengan urusan kenegaraan.
Mari kita baca beberapa pokok pikiran yang disampaikan Soepomo pada sidang BPUPK tanggal 31 Mei 1945, yang dimuat dalam Naskah Persiapan karya Mohammad Yamin.

Tentang sjarat mutlak lain-lainnya, pertama tentang daerah, saja mufakat dengan pendapat jang mengatakan: "Pada dasarnja Indonesia, jang harus meliputi batas Hindia-Belanda”. Akan tetapi djikalau misalnja daerah Indonesia lain, umpamanja negeri Malaka, Borneo Utara hendak ingin djuga masuk lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu bukan kita sadja jang akan menentukan, akan tetapi djuga pihak saudara-saudara jang ada di Malaka dan Borneo Utara.

Tentang sjarat mutlak kedua, hal rakjat sebagai warga-negara. Pada dasarnja ialah, sebagai warga-negara jang mempunjai kebang saan Indonesia, dengan sendirinja bangsa Indonesia Asli. Bangsa Peranakan, Tionghoa, India, Arab jang telah berturun-temurun tinggal di Indonesia dan sebagai baru sadja diuraikan oleh anggota jang terhormat Dahler, mempunjai kehendak jang sungguh-sungguh untuk turut bersatu dengan bangsa Indonesia jang asli, harus diterima sebagai warga-negara dengan diberi kebangsaan Indonesia (nasionaliteit Indonesia).


Sjarat mutlak jang ketiga, ialah Pemerintah daulat menurut hukum internasional.


Djikalau kita hendak membitjarakan tentang dasar sistim pemerintahan jang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistim pemerintahan itu bergantung kepada Staatsidee, kepada "begrip” "staat” (negara) jang hendak kita pakai untuk pembangunan Negara Indonesia. Menurut dasar apa Negara Indonesia akan didirikan? Oleh anggota jang terhormat Moh. Hatta dan lain-lain pembitjara dikemukakan 3 soal ialah:
 

Pertama , apakah Indonesia akan berdiri sebagai persatuan negara (eenheidsstaat) atau negara serikat (Bondstaat) atau sebagai persekutuan negara (Statenbond).


 


 

Selain itu, Soepomo juga membicarakan soal struktur dan karakteristik bangsa Indonesia, di mana negara Indonesia merdeka harus merujuk pada karakteristik bangsa Indonesia tersebut. Struktur masyarakat Indonesia dalam hemat Soepomo adalah bercita-cita pada persatuan hidup, keseimbangan lahir dan batin, senantiasa bermusyawarah, dan kekeluargaan. Di bagian lain pidatonya, Soepomo juga menyebut agar warga negara cinta tanah air. Soepomo juga mengutip Panca Dharma pasal dua yang berbunyi: Kita mendirikan negara Indonesia yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil.
 

Selain itu, Soepomo juga meng usulkan bentuk negara integralistik, yang dimaknai sebagai negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun.
 

"Maka teranglah tuan-tuan jang terhormat, bahwa djika kita hendak mendirikan Negara Indonesia jang sesuai dengan keistimewaan sifat dan tjorak masjarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (Staatsidee) negara jang integralistik, negara jang bersatu dengan seluruh rakjatnja, jang mengatasi seluruh golongan-golongannja dalam lapangan apapun. "
 

Soepomo juga menyoroti soal hubungan agama dan negara. Ia setuju dengan pemikiran Moh. Hatta, yaitu adanya permisahan agama dan negara.


"Bagaimanakah dalam negara jang saja gambarkan tadi akan perhubungan antara negara dan agama?
Oleh anggota jang terhormat tuan Moh. Hatta telah diuraikan dengan pandjang-lebar, bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknja urusan negara dipisahkan dari urusan agama. Memang disini terlihat ada dua paham, ialah: paham dari anggota-anggota ahli agama, jang mengandjurkan supaja Indonesia didirikan sebagai negara Islam, dan andjuran lain, sebagai telah diandjurkan oleh tuan Moh. Hatta, ialah negara persatuan nasional jang memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan lain perkataan: bukan negara Islam. Apa sebabnja di sini saja mengatakan "bukan negara Islam"? Perkataan: "Negara Islam" lain artinja dari pada perkataan "Negara berdasar atas tjita-tjita luhur dari agama Islam". Apakah perbedaanja akan saja terangkan. Dalam negara jang tersusun sebagain 'Negara Islam", negara tidak bisa dipisahkan dari agama, Negara dan agama ialah satu, bersatu-padu."


Soekarno
Soekarno mengawali pidatonya tanpa teks pada 1 Juni 1945. Dalam pidatonya, ia memberikan catatan kritis terhadap para anggota BPUPK yang telah menyampaikan pidato di forum itu. Soekarno menilai bahwa isi pidato mereka tidak menjawab pertanyaan pokok yang diajukan oleh Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPK.
 

"Maaf, beribu maaf! Banjak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal jang sebenarnja bukan permintaan Paduka tuan Ketua jang mulia, jaitu bukan dasarnja Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saja jang diminta oleh Paduka tuan Ketua jang mulia ialah, dalam bahasa Belanda 'Philosofische grondslag' dari pada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran jang sedalam-dalamnja, djiwa, hasjrat-jang-sedalam-dalamnja untuk diatasnja didirikan gedung Indonesia Merdeka jang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saja kemukakan, Paduka tuan Ketua jang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saja membitjarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah jang saja artikan dengan perkataan 'merdeka'."


Secara tersirat, Soekarno memberikan respons terhadap pidato-pidato sebelumnya, khususnya yang disampaikan oleh Soepomo tentang hukum internasional, tentang syarat negara merdeka, yaitu bumi (tanah air), rakyat dan pemerintah.


"Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat jang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah di utarakan oleh berpuluh-puluh pembitjara, bahwa sebenarnja internationaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerdjaan kita? Untuk menjusun, mengadakan, mengakui satu negara jang merdeka, tidak diadakan sjarat jang neko-neko, jang men-djelimet, tidak! Sjaratnja sekedar bumi, rakjat, pemerintah jang teguh! Ini sudah tjukup untuk internationaalreclit. Tjukup, saudara-saudara. Asal ada buminja ada rakjatnja, ada pemerintahnja, kemudian diakui oleh salah satu negara jang lain, jang merdeka inilah jang sudah bernama: merdeka. Tidak perduli rakjat dapat batja atau tidak, tidak perduli rakjat hebat ekonominja atau tidak, tidak perduli rakjat bodoh atau pintar, asal menurut hukum inter nasional mempunjai sjarat-sjarat suatu negara merdeka, jaitu ada rakjatnja, ada buminja dan ada pemerintahnja, — sudahlah ia merdeka."


Kemudian, Soekarno memaparkan betapa pentingnya philosophische grondslag atau weltanschauung bagi berdirinya sebuah negara. Istilah Pancasila philosophische grondslag berasal dari bahasa Belanda, sebuah terminologi yang sudah dipahami oleh anggota BPUPK. Kata philosophische bermakna filsafat, sementara grondslag berarti norma (lag), dasar (grands).
Soekarno kemudian menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia Merdeka yang pertama adalah Kebangsaan Indonesia.


"Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan jang kaja, — tetapi “semua buat semua”. Inilali salah satu dasar pikiran jang nanti akan saja kupas lagi. Maka, jang selalu mendengung didalam saja punja djiwa, bukan sadja didalam beberapa hari didalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sedjak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: Dasar pertama, jang baik didjadikan dasar buat Negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia. "

 


Soekarno kemudian mengajukan dasar negara yang kedua.


"Kita bukan sadja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka tetapi kita harus menudju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Djustru inilah prinsip saja jang kedua. Inilah filosofisch principe jang nomor dua, jang saja usulkan kepada tuan-tuan, jang boleh saja namakan “internasionalisme”. Tetapi djikalau saja katakan internasionalisme, bukanlah saja bermaksud kosmopolitisme , jang tidak mau adanja kebangsaau, jang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnja."


Soekarno kembali melanjutkan kepada dasar negara yang ketiga.

"Kemudian, apakah dasar jang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaja. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, satu buat semua, semua buat satu”. Saja jakin, bahwa sjarat jang mutlak untuk kuatnja Negara Indonesia ialah permu sjawaratan, perwakilan."

Kemudian, Soekarno melanjutkan dengan prinsip yang keempat.

"Prinsip No. 4 sekarang saja usulkan. Saja didalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, jaitu prinsip kesedjahteraan, prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saja katakan tadi: prinsipnja San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Cheng: nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, jang kaum kapitalnja meradjalela, ataukah jang semua rakjatnja sedjahtera, jang semua orang tjukup makan, tjukup pakaian, hidup dalam kesedjahteraan, merasa di pangku oleh Ibu Pertiwi jang tjukup memberi sandang-pangan kepadanja? Mana jang kita pilih, saudara-saudara? Djangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakjat sudah ada,, kita dengan sendirinja sudah mentjapai kesedjahteraan ini. Kita sudah lihat, dinegara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlemen taire démocratie. Tetapi tidakkah di
Eropah djustru kaum kapitalis meradjaléla?"


Prinsip yang kelima menurut Soekarno.
 

"Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saja telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, atau demokrasi.
4. Kesedjahteraan sosial.

Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan jang Maha Esa.

Prinsip Ketuhanan! Bukan sadja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknja ber-Tulian. Tuhannja sendiri. Jang Kristen menjembali Tuhan menurut petundjuk Isa al Masih, jang belum ber-Tuhan menurut petundjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha mendjalankan ibadatnja menurut kitab-kitab jang ada padanja. Tetapi marilah kita semuanja ber- Tuhan. Hendaknja Negara Indonesia ialah negara jang tiap-tiap orangnja dapat menjembali Tuhannja dengan tjara jang leluasa. Segenap rakjat hendaknja ber-Tuhan setjara kebudajaan, ja’ni dengan tiada "egoisme-agama” . Dan hendaknja Negara Indonesia satu Negara jang bertuhan!"


Kelima prinsip dasar atau philosophische grondslag atau weltanschauung tersebut oleh Soekarno tidak disebut dengan Panca Dharma. Dengan petunjuk temannya yang ahli bahasa, kelima prinsip tersebut dinamakan sebagai Pancasila.

"Namanja bukan Pantja Dharma, tetapi saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita ahli bahasa—namanja ialah Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk tangan riuh)."


Tak berhenti di situ, Soekarno pun memberikan pilihan, jika sekiranya lima prinsip tersebut tidak disetujui. Kelima prinsip tersebut dapat diperas menjadi tiga prinsip, yaitu sosio-nasionalis, sosio-demokratik, dan Ketuhanan. Bahkan, ketiga prinsip tersebut dapat diperas lagi menjadi satu prinsip, gotong royong.

"Djadi jang asalnja lima itu telah mendjadi tiga: socio-nationalisme, socio-democratie, dan ke-Tuhanan. Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah jang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Tri Sila ini, dan minta satu, satu dasar sadja? Baiklah, saja djadikan satu, saja kumpulkan lagi mendjadi satu. Apakah jang satu itu?

Sebagai tadi telah saja katakan: kita mendirikan Negara Indo nesia, jang kita semua harus mendukungnja. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonésia, bukan Hadikoesoemo buat Indonésia, bukan Van Eck buat Indonésia, bukan Nitisemito jang kaja buat Indonésia, tetapi Indonésia buat Indonésia!— semua buat semua! Djikalau saja peras jang lima mendjati tiga, dan jang tiga mendjadi satu, maka dapatlah saja satu perkataan Indonésia jang tulén, jaitu perkataan "gotong-rojong”. Negara Indonésia jang kita dirikan haruslah negara gotong-rojong! Alangkah hebatnja! Negara Gotong-Rojong!"


Dari pidato Soekarno ini, tampak jelas bahwa Soekarno menyampaikan 5 prinsip dasar negara Indonesia merdeka yang dinamakan Pancasila. Susanto Polamolo (2018) menyederhanakan pokok-pokok pikiran Soekarno, sebagai berikut:

 



4. Aktivitas Belajar 3

 



Panitia Sembilan dan Mukadimah Dasar Negara

Seusai sidang pertama BPUPK, sejumlah anggota BPUPK mengadakan pertemuan untuk membicarakan langkah berikutnya, yang kemudian terbentuk dua panitia kecil. Panitia kesatu beranggotakan delapan orang bertugas untuk mengumpulkan berbagai usulan para anggota untuk kemudian dibahas pada sidang berikutnya. Sementara panitia kedua beranggotakan sembilan orang bertugas menyusun Pembukaan Hukum Dasar.

 




Dari kepanitiaan di atas, terdapat 5 orang yang merangkap dalam dua kepanitiaan sekaligus, yaitu Soekarno, Moh. Yamin, KH. Wachid Hasjim, Moh. Hatta, dan Maramis.
Panitia delapan berhasil membuat sembilan pokok pikiran yang diusulkan para anggota BPUPK, yaitu:
a. Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya;
b. Usulan yang meminta mengenai dasar negara;
c. Usulan yang meminta mengenai soal unifikasi atau federasi;
d. Usulan yang meminta mengenai bentuk negara dan kepala negara;
e. Usulan yang meminta mengenai warga negara;
f. Usulan yang meminta mengenai daerah;
g. Usulan yang meminta mengenai agama dan negara;
h. Usulan yang meminta mengenai pembelaan;
i. Usulan yang meminta mengenai keuangan.


Sementara itu, Panitia Sembilan mengadakan rapat pada 22 Juni 1945 tentang dasar negara. Diskusi berlangsung alot ketika membahas bagaimana relasi agama dan negara, sebagaimana juga yang tergambar dalam sidang BPUPK. Beberapa anggota BPUPK menghendaki bahwa dasar negara Indonesia harus berlandaskan Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Sementara itu, sebagian kelompok lain menolak menjadikan agama (dalam hal ini Islam) sebagai dasar negara. Bahkan, Moh. Hatta, Soepomo dan Ir. Soekarno mengusulkan pemisahan agama dan negara.

Piagam Jakarta dan Upaya Kompromi

Pokok-pokok pikiran yang muncul dalam sidang BPUPK itu kemudian dikaji secara mendalam oleh Panitia Sembilan. Salah satu topik dari sembilan pokok bahasan yang sangat alot pembahasannya adalah soal hubungan agama dan negara. Lobi-lobi di antara anggota Panitia Sembilan dilakukan.


Usulan sejumlah anggota untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara mendapat sanggahan dari anggota lainnya. Dengan mengacu kepada seluruh masukan para anggota BPUPK, terutama pidato Soekarno yang secara gamblang menjelaskan dasar negara, akhirnya disepakatinya rancangan asas atau dasar Indonesia Merdeka, yang diberi nama oleh Soekarno sebagai Mukadimah, Moh. Yamin menyebutnya sebagai Piagam Jakarta. Isinya sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hasil keputusan Panitia Sembilan tersebut kemudian dilaporkan ke hadapan seluruh anggota BPUPK pada 22 Juni 1945. Karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, BPUPK dibubarkan pada 7 Agustus 1945. Agenda berikutnya adalah menyiapkan dan mematangkan serta mengesahkan hal-hal penting untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Maka pada 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

PPKI belum menjalankan tugas, situasi Indonesia semakin memanas seiring dengan dibomnya Nagasaki dan Hiroshima, sehingga pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Seiring dengan itu, terjadi kekosongan kekuasaan, sehingga situasi tersebut dimanfaatkan oleh para pendiri bangsa untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.


Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, 18 Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang. Dalam sidang inilah, peristiwa penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta terjadi. Mohammad Hatta adalah salah satu tokoh penting di balik ide penghapusan tujuh kata tersebut. Alasannya, sejumlah pihak “keberatan” dengan adanya tujuh kata tersebut sehingga berpotensi terjadi perpecahan. Diskusi dan lobi-lobi dilakukan kepada sejumlah tokoh yang selama ini mengusulkan Indonesia berasaskan Islam, seperti Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.A. Wachid Hasjim.


Para tokoh Islam itu berbesar hati dan mendahulukan kepentingan bersama, yakni menjaga keutuhan bangsa. Mereka pun sepakat dengan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut.



 


7. Rangkuman
a. Ada banyak tokoh yang menyampaikan pidato pada sidang pertama BPUPK.
Beberapa di antaranya: Margono, Sosrodiningrat, Soemitro, Wiranatakoesoema, Woerjaningrat, Soerjo, Soesanto, Soedirman, Dasaad, Rooseno, dan Aris.
Kemudian ada Hatta, H. Agoes Salim, Samsoedin, Wongsonagoro, Soerachman, Soewandi, A. Rachim, Soekiman, dan Soetardjo, Abdul Kadir, Soepomo, Hendromartono, Mohammad Yamin, Sanoesi, Liem Koen Hian, Moenandar, Dahler, Soekarno, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Koesoema Atmaja, Oei Tjong Hauw, Parada Harahap, dan Boentaran, Baswedan, Mudzakkir, dan Otto Iskandardinata.


b. Dalam Naskah Persiapan yang ditulis Moh. Yamin disebutkan bahwa Moh. Yamin menyampaikan pidato dalam sidang BPUPK 29 Mei 1945, berisi tentang: (1) Peri Kebangsaan, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Peri Ketuhanan, (4) Peri Kerakyatan, dan (5) Kesejahteraan Rakyat.


c. Sementara dalam Koleksi Pringgodigdo, pidato Moh. Yamin berbeda isinya dengan Naskah Persiapan karya Moh. Yamin sendiri. Dalam koleksi Pringgodigdo, pidato Moh. Yamin tidak menyinggung tentang dasar negara. Karena itulah ia diinterupsi oleh anggota sidang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa isi pidato Moh. Yamin yang ada dalam Naskah Persiapan diragukan kebenarannya.
 

d. Soepomo menyampaikan pidato pada 31 Mei 1945. Ia berbicara mengenai struktur sosial bangsa Indonesia yang ditopang oleh semangat persatuan hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat. Soepomo juga menyebutkan mengenai aliran pikiran (staatsidee) Indonesia nantinya, yaitu negara yang integralistik.


e. Soekarno menyampaikan pidato pada 1 Juni 1945, yang berisi 5 dasar negara: (1) Kebangsaan Indonesia, (2) Peri kemanusiaan atau internasionalisme, (3) Mufakat atau demokrasi, (4) Kesejahteraan sosial, dan (5) Ketuhanan. Terhadap kelima dasar tersebut, Soekarno mengusulkan nama Pancasila.
 

f. Setelah sidang BPUPK, dibentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan. Panitia Delapan bertugas untuk mengumpulkan berbagai usulan para anggota. Sementara Panitia Sembilan bertugas menyusun Pembukaan Hukum Dasar.


g. Ada 9 pokok usulan yang berhasil dirangkum oleh Panitia Delapan, yaitu: (1) Usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, (2) Usulan yang meminta mengenai dasar negara, (3) Usulan yang meminta mengenai soal unifikasi atau federasi, (4) Usulan yang meminta mengenai bentuk negara dan kepala negara, (5) Usulan yang meminta mengenai warga negara, (6) Usulan yang meminta mengenai daerah, (7) Usulan yang meminta mengenai agama dan negara, (8) Usulan yang meminta mengenai pembelaan, dan (9) Usulan yang meminta mengenai keuangan.


h. Panitia Sembilan mengadakan rapat pada 22 Juni 1945 tentang dasar negara. Diskusi berlangsung alot ketika membahas bagaimana relasi agama dan negara, sebagaimana juga yang tergambar dalam sidang BPUPK. Beberapa anggota BPUPK menghendaki bahwa dasar negara Indonesia harus berlandaskan Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Sementara itu, sebagian kelompok lain menolak menjadikan agama (dalam hal ini Islam) sebagai dasar negara.


i. Piagam Jakarta adalah kesepakatan Panitia Sembilan, yang di dalamnya terdapat tujuh kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya.


8. Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kalian tentang unit ini, jawablah pertanyaan berikut.
a. Bagaimana pandangan Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno terhadap negara merdeka? Apa perbedaannya?
b. Menurut kalian, apa yang menjadi kesamaan pemikiran dari pendiri bangsa terhadap pengertian negara merdeka?
c. Jelaskan makna dari negara merdeka menurut pandangan kalian sendiri?
d. Bagaimana memaknai proses perancangan dan isi dari rumusan dasar negara yang bernama Mukadimah Hukum Dasar atau yang juga dikenal Piagam Jakarta?
e. Apa pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frase “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”?