MATERI BAHASA ARAB PEMINATAN KELAS XII BAB III KINĀYAH, KHABAR DAN MACAM-MACAMNYA

 


Tujuan Pembelajaran :

Setelah mempelajari bab kināyah dan khabar beserta macam-macamnya, siswa diharapkan mampu:
1. Menganalisis konsep, bentuk, makna dan fungsi kināyah beserta macam-macamnya dalam sebuah wacana sesuai konteks.
2. Menganalisis konsep, bentuk, makna dan fungsi khabar beserta macam-macamnya dalam sebuah wacana sesuai konteks.
3. Menyajikan hasil anlisis konsep, bentuk, makna dan fungsi kināyah beserta macam-macamnya dalam kalimat sesuai konteks.
4. Menyajikan hasil anlisis konsep, bentuk, makna dan fungsi khabar beserta macam-macamnya dalam kalimat sesuai konteks.

 

 

PENGHANTAR MATERI


 

 

Kināyah adalah kalimat yang diungkapkan dengan pengertiannya yang berbeda dengan pengertian umumnya, dengan tetap dibolehkan mengambil makna hakikinya.
 

Perbedaan kināyah dengan isti’ārah taṣrĭkhiyyah dan isti’ārah makniyyah adalah : kedua isti’ārah tersebut hanya bisa dimaknai dengan makna majāzĭ (konotatif) bukan makna sebenarnya (denotatif). Sementara kināyah bisa digunakan kedua makna, makna majazinya atau makna hakikinya (asal).

Kalimat yang secara lahir diungkapkan mengandung suatu berita, tidak kesemuanya ‘memberitahukan sebuah informasi’. Terkadang kalimat tersebut diungkapkan pembicara dengan tujuan memberitahu lawan bicara bahwa pembicara sudah mengetahui berita tersebut.


Atau, terkadangkalimat berita diucapkan untuk maksud yang lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat. Maksud-maksud lain tersebut antara lain adalah : untuk mencari belas kasihan, menampakkan kelemahan dan menampakkan kekecewaan, untuk kesombongan, dan menghimbau untuk berusaha dan rajin.

Hal-hal tersebut salah satu pembahasan yang akan kita bahas di bab kināyah dan kalām khabari ini. 

A. KINĀYAH

 
1. Pengertian Kināyah
Bacalah dan amati!


 




Penjelasan
Perhatikan ayat-ayat di atas!Ayat di No. (1), ungkapan ‘cintanya kepada harta benarbenar berlebihan’ adalah kiasan dari ‘kebakhilan dan kecintaan kepada harta yang berlebihan”. Makna asal pada ayat ini juga bisa digunakan.

Kemudian bacalah ayat di No. (2), ungkapan ‘menziarahi kubur’ adalah kiasan dari ‘kematian”, tetapi makna asal (menziarahi kubur) juga bisa dipakai.

Kalau kita memperhatikan ayat di No. (3) tentang pengangkutan Nabi Nuh ke kapal ketika ada topan, tidak terdapat kata ‘kapal’ pada ayat tersebut, tetapi disebut / diterangkan kalimat selanjutnya yang menunjukkan itu kapal (‘alā żāt al-wāhin wa dusur). Kata tersebut juga bisa dimaknai dengan makna asli (yang terbuat dari papan dan paku).

Kemudian perhatikan ayat di No. (4), Kata “Yaktumna” makna asalnya adalah “menyembunyikan”. Ini adalah kiasan dari ‘menggugurkan kandungan’. Masyarakat Jahiliyyah apabila menceraikan istri yang sedang hamil, si istri sengaja menyembunyikan kehamilannya karena tidak ingin kembali lagi dan lebih memilih untuk mencari suami baru.

Kata ‘yaktumna’ juga digunakan/dimaknai aslinya (menyembunyikan).


 

 

2. Macam-macam Kināyah
a. Kināyah Mauṣūf 


 


PENJELASAN
Perhatikan kalimat di No. (1) di atas, yang dimaksud ‘umahāt al-mu’minĭn’ adalah ‘istri-istri Nabi’, tetapi tidak disebutkan dengan kalimat ‘zaujāt an-Nabiyy’. Hanya disebut sifat-sifat mereka yang tidak dimiliki wanita-wanita lain. Tetapi diperbolehkan penggunaan makna aslinya.

Kemudian perhatikan syair di No. (2), penyair tersebut bermaksud untuk menyatakan bahwa bahasa Arab mengingatkannya tentang masa keterasingannya. Namun, ia menggantinya dari ungkapan yang ṣarih itu dengan menyebut bahasa Arab dengan untaian kata yang mengisyaratkannya dan dianggap sebagai kināyah darinya, yaitu Bintu Adnan.


 


b. Kināyah Ṣifat


 

 

PENJELASAN
Perhatikan kalimat No. (1) [ya’tamid ‘aṣāhu] adalah sifat orang yang sudah tua. Tetapi dalam kalimat tersebut tidak disebut sifatnya, hanya disebutkan dalil yang menunjukkan sifat tersebut. ‘Orang yang berpegangan tongkat’ itu kebanyakan dilakukan orang tua. Tetapi penggunaan makna asli ini juga bisa.


Contoh kalimat di No. (2) bermakna ‘sedikitnya makanan di rumahnya’.
Seakan-akan dia berkata, “saya fakir”, bersama menyebutkan dalil kefakirannya, dengan mengatakan, ‘sedikit tikus’. Ungkapan yang asli ini (makna asli) boleh juga digunakan. 


 c. Kināyah Nisbah


 

“ Ia mengerutkan dahi”
Merupakan kināyah dari ‘rasa prihatin’.







 

B. KALĀM KHABAR DAN MACAM-MACAMNYA
1. Pengertian Kalām Khabar 


 

PENJELASAN

Pada contoh No. (1) di atas, seorang siswa mengabarkan bahwa ustadz Ahmad tidak akan hadir di pondok esok hari. Kemudian contoh No. (2) ada yang memberitakan bahwa hujan sangat lebat.

Dua pernyataan tersebut mungkin benar atau juga mungkin tidak benar (pemberi berita berdusta). 


 

 

 

2. Tujuan Kalām Khabar



 

PENJELASAN 

Perhatikan dua contoh pertama, masing-masing menunjukkan bahwa si pembicara bermaksud menyampaikan hukum yang terkandung dalam berita yang disampaikannya. Pembicara dalam contoh No. (1) bermaksud memberi tahu pendengarnya tentang hal yang semula tidak diketahuinya, yakni tahun kelahiran Nabi Saw., sejarah pewahyuan Al-Qur’an kepadanya, dan lama mukimnya di Makkah dan Madinah.


Di dalam contoh No. (2) pembicara memberitahu letak Negara Indonesia, yakni di Benua Asia. Kalimat-kalimat tersebut disebut Fāidah al-khabar.
 

Setelah itu perhatikan contoh berikutnya (No. 3 dan 4), akan kamu temukan bahwa pembicaranya tidaklah bermaksud sekadar memberitahukan sesuatu kepada pendengarnya karena hukum yang terkandung dalam kalimat yang disampaikan itu telah maklum baginya sebelum si pembicara menyampaikannya. Maksud pembicara tiada lain adalah ingin menjelaskan bahwa dirinya juga tahu tentang isi berita yang ia sampaikan itu. Kalimat tersebut disebut lāzim fāidah.
 

Selanjutnya, perhatikanlah contoh No. (5 s.d. No. 9), maka akan kamu temukan bahwa si pembicara dalam setiap contoh itu tidaklah bermaksud menyampaikan Fāidah al-khabar maupun lāzim fāidah, melainkan mempunyai maksud-maksud lain yang dapat diketahui oleh orang yang tajam pemahamannya dengan menganalisis maksud pembicara itu dari susunan kalimatnya.
 

“Ya Tuhanku , aku telah melahirkan seorang anak perempuan, (QS. Ali-Imrān [3] : 36), ini adalah kata-kata istri Imran selepas melahirkan Maryam. Kalimat ini memperlihatkan penyesalan dan kesedihan yang mendalam (No. 5).
 

Memperlihatkan kelemahan dan kekhusyukan terdapat pada doa Nabi Zakaria As. di dalam Al-Qur’an (No. 6).Perhatikan do’a Nabi Musa yang bermakna ‘minta dikasihi’ (Contoh No. 7).
 

“Jika seorang anak kami telah lepas menyusu, semua orang sombong akan tunduk menghormatinya”. Bermakna kesombongan (Contoh No. 8). Sedangkan contoh terakhir merupakan ungkapan yang bermakna ‘dorongan agar bekerja keras’ (No. 9).

3. Macam-macam Kalām Khabar


 

PENJELASAN 

Bila kita perhatikan contoh-contoh di atas,akan kita temukan semuanya adalah kalām khabar dan kita temukan bahwa pada contoh No.(1) tidak terdapat adāh taukĭd (kata penguat).

Contoh pada nomor berikutnya diperkuat dengan satu lafal penguat. Apa
rahasia perbedaan jumlah lafal penguat? Bila kita perhatikan, maka kita akan temukan sebab-sebabnya selain kondisi mukhāṭab (kondisi lawan bicara).
Jadi, mukhāṭab pada contoh pertama adalah khāliyah aż-żihni (hatinya bebas) dari kandungan kalimat-kalimat berita itu. Oleh karena itulah si pembicara tidak memandang perlu untuk mempertegas berita yang disampaikannya. Kalimat berita demikain disebut sebagai khabar ibtidāĭ (kalimat pemula).

Pada contoh No. (2) tergambar bahwa mukhāṭab sedikit merasa ragu dan tampak padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Maka dalam kondisi yang seperti ini baik sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan meyakinkan dan menghilangkan keraguan. Oleh karena itu, dalam contoh ketiga kalimatnya diperkuat dengan ‘qad dan innā. Kalimat yang demikian disebut sebagai khabar ṭalabĭ.

Pada contoh kelompok terakhir, mukhāṭab-nya mengingkari dan menentang isi berita. Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana penguat yang mampu mengusir keingkaran mukhāṭab yang menjadikannya menerima. Pemberian penguat ini harus disesuaikan dengan frekuensi keingkarannya. Oleh karena itu, kalimat dalam dua contoh No. (3) diperkuat dengan dua taukĭd (inna dan lām taukĭd serta inna dan qad). Ada yang diperkuat dengan qasam (sumpah)
dan nūn taukĭd .

Adapun pada contoh terakhir, mutakallim (pembicara) memperkirakan bahwa keingkarannya lebih kuat lagi, maka ia memperkuat pernyataannya dengan tiga macam penguat, yaitu ‘qasam, inna, dan lam taukĭd ’. Kalimat yang demikian disebut khabar inkārĭ.


 

 

RANGKUMAN

1. Kināyah adalah lafal yang memiliki makna asli, tetapi yang dimaksud adalah kelaziman dari makna aslinya meski masih mungkin untuk dipahami dengan makna asli tersebut.


2. Salah satu jenis kināyah adalah : kināyah mauṣūf, kināyah dari sifat, dan kināyah nisbah.


3. Kināyah mauṣūf adalah : menyebutkan sifat dan yang disifati dibuang. Tetapi masih diperbolehkan menggunakan makna yang asli.


4. Kināyah sifat adalah : menyebutkan mauṣūf, dan dibuang sifatnya, kemudian disebutkan sesuatu yang lazim, dengan tidak menghalangi menggunakan makna yang asli.


5. Kināyah nisbah adalah : menyebutkan sifat, tetapi bukan menisbahkannya langsung kepada subjek yang disifatinya, melainkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya.


6. Tujuan kināyah: menjelaskan, memperindah makna, menjelekkan sesuatu, dan menghindari sesuatu yang tabu/vulgar.


7. Kalām khabari adalah: kalimat yang mengandung kemungkinan benar atau tidak benar (dusta).


8. Pada pokoknya kalām khabari itu diucapkan untuk salah satu dari dua maksud berikut: 

a. Memberitahu kepada orang yang diajak bicara mengenai hukum yang terkandung di dalamnya, dan hukum tersebut disebut sebagai Fāidah al-khabar.
b. Memberitahu bahwa si pembicara mengetahui hukum yang terkandung di dalamnya, dan hal ini disebut lāzim fāidah.


9. Terkadang kalām khabar diucapkan untuk maksud yang lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat. Maksud-Maksud lain tersebut antara lain adalah: al-istirḥām (untuk mencari belas kasihan), iẓhār aḍ-ḍa’f (menampakkan kelemahan), iẓhār taḥassur (menampakkan kekecewaan), al-fakhr (untuk kesombongan), dan menghimbau untuk berusaha dan rajin.


10. Macam-macam kalām khabar :
a. Khabar ibtidāĭ: ditujukan kepada lawan bicara yang belum mengetahui isi berita (tidak membutuhkan taukĭd ).
b. Khabar ṭalabĭ: ditujukan kepada lawan bicara yang ragu-ragu (biasanya cukup taukĭd satu).
c. Khabar inkāri: ditujukan kepada lawan bicara yang mengingkari bahkan membantah isi berita (wajib ada taukĭd , biasanya lebih dari satu). 

 

HIKMAH PEMBELAJARAN

1. Hikmah dari mempelajari dan memahami kināyah adalah kita bisa memberi nasehat atau masukan kepada teman, saudara, atau siapapun dengan bahasa yang tidak menyinggung perasaan mereka.


2. Salah satu hikmah mempelajari kalām khabar adalah kita bisa mengetahui maksud suatu ungkapan kalimat yang secara lahir mengandung suatu berita yang tidak kesemuanya ‘memberitahukan sebuah informasi’. Akan tetapi terkadang kalimat tersebut diungkapkan pembicara dengan tujuan memberitahu lawan bicara bahwa pembicara sudah mengetahui berita tersebut. Atau, terkadang kalimat berita diucapkan untuk maksud yang lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat. Maksud-maksud lain tersebut antara lain adalah: untuk mencari belas kasihan, menampakkan kelemahan dan menampakkan kekecewaan, untuk kesombongan, dan menghimbau untuk berusaha dan rajin.


3. Dengan memahami kalām khabar kita juga bisa membuat kalimat yang sesuai dengan keadaan lawan bicara, apakah dia percaya dengan tanpa penguat, atau sebaliknya, dia membutuhkan penguat.

Informasi Tambahan yang Terkait
1. Salah satu fungsi kināyah adalah memperhalus bahasa, menghindari kata kata yang tabu atau vulgar. Dalam Bahasa Indonesia, penghalusan tersebut disebut Eufimisme. Selain itu, kinayah tercipta berdasarkan kelaziman yang berakar dari kebiasaan atau tradisi.
Contoh:
a. Sejak tahun lalu, pejabat tersebut masuk lembaga pemasyarakatan.
b. Ketika engkau naik pangkat, jangan sekali-kali menyalahgunakan jabatan!
c. Mulai bulan depan, bensin ada pemberlakuan tarif baru.
 

2. Pembahasan kalām khabar ada kemiripan dengan pembahasan jumlah di pelajaran nahwu. Kaidah-kaidah dalam nahwu digunakan juga dalam kalām khabar. Perbedaan antara keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad (berdiri sendiri), tanpa terpengaruh oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-kalimat di sekitarnya. Sedangkan kalām khabar lebih bersifat tarkĭbĭ (tergantung kepada faktor lain).
 

3. Tugas ahli nahwu hanya sebatas mengotak-atik kata dalam suatu kalimat, tidak sampai melangkah kepada kalimat lain

LATIHAN DAN TUGAS